BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mengkaji ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami
kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Pada dasarnya, potensi yang
dimiliki setiap manusia, baik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis
yang secara natural adalah distingtif.oleh sebab itu, perbedaan kesimpulan
antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu
merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
Dalam kaitan ini, waliyullah
Ad-Dahlawi pernah mengatakan bahwa para sahabat dan tabi’in biasa berbeda
pendapat dalam mengkaji suatu masalah tertentu. Beberapa indikasi yang menjadi
pemicu perbedaan pendapat diantara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang
mendengar ketentuan hukum yang diputuskan oleh Nabi SAW, semetara yang lainnya
tidak. Sahabat yang tidak mendengar keputusan itu lalu mereka berijtihad. Dari
sini kemudian terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan
hukum.[1][1]
Mengenai sebab-sebab pemicu
perbedaan pendapat, Ad-Dahlawi tampaknya lebih menekankan aspek subjek
pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun
pernah dikatakan imam Munawir. Ia mengatakan bahwa perbedaan pendapat didalam
islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan
kredinilitas seorang sebagai figur pembuatan keputusan. Lain lagi yang
dikatakan Umar Sulaiman Asy-Syaqar, ia lebih menekankan aspek objek keputusan
sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya, ada tiga persoalan
yang menjadi objek perbedaan pendapat, yaitu persoalan keyakinan (aqaid),
persoalan syariah dan politik.[2][2]
Bertolak dari ketiga pandangan
diatas, perbedaan pendapat didalam masalah objek teologi sebenarnya berkaitan
erat dengan cara berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menguraikan objek
pengkajian. Perbedaan metode berpikir secara garis besar dapat dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu kerangka berpikir rasional dan berpikir metode
tradisional.[3][3]
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, banyak
persoalan atau permasalahan yang menarik yang perlu dikaji dari pembahasan
tentang “Ilmu Kalam”. Adapun permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu kalam?
2. Apa kegunaan dan peranan ilmu kalam
dalam konteks agama dan kehidupan di dunia ini?
3. Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi sehingga timbulnya ilmu kalam baik faktor internal maupun
eksternal?
4. Bagaimana dampak untuk umat islam
dengan adanya ilmu kalam baik dari segi positif maupun dari segi negatif?
C.Tujuan penulisan
Sesuai dengan latar belakang dan
rumusan masalah, secara umum tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini
adalah supaya kita semua bisa mengetahui bagaimana pentingnya untuk mempelajari
ilmu kalam karena kita tahu bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari
tentang pokok-pokok agama dan juga tentang keesaan Allah. Oleh karena itu, kita
sebagai makhluk Allah SWT setidaknya harus sedikit mengetahui tentang ilmu
kalam, supaya kita bisa menjalankan hidup ini sesuai dengan perintah dan
larangan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ilmu kalam.
Ilmu
kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu
tauhid, fiqh al-akbar dan teologi islam.[4][4]
- Disebut ilmu ushuluddin karena ilmu kalam juga membahas pokok-pokok agama.
- .Disebut ilmu tauhid karena ilmu kalam juga membahas tentang keesaan Allah SWT. Ilmu tauhid sendiri sebenarnya membahas keesaan Allah SWT, dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.[5][5] Oleh sebab itu sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dengan ilmu tauhid.
- Abu hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-akbar, yang membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua fiqha al-asghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama tetapi hanya cabang saja.[6][6]
- Teologi islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam yang diambil dari bahasa inggris. William L.Reese mendefinisikan “discourse of reason concerning God,” (diskursus atau pemikiran tentang tuhan). Dengan mengutip kata-kata William Okham, Reese lebih jauh mengatakan “Theology to be a disciplineresting on revealed truth and independent of philosophy and science” ( teologi disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan ). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.
Jadi, apabila memperhatikan definisi ilmu kalam diatas, kita
bisa mendefinisikan pengertian ilmu kalam itu adalah ilmu yang membahas atau
ilmu yang mengandung tentang berbagai masalah-masalah ketuhanan dengan
menggunakan argumentasi logika atau filsafat. Dan secara teoristis aliran salaf
tidak dapat dimasukkan kedalam aliran ilmu kalam, karena aliran ini dalam
membahas masalah-masalah ketuhanan tidak menggunakan argumentasi filsafat atau
logika. Akan tetapi alairan ini cukup dimasukkan kedalam aliran ilmu tauhid,
ilmu ushuluddin atau fiqh al-akbar.
B.
Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Mulai Masa Rasulullah,
Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, Bani
Abbas, dan Sampai sekarang.
Pada masa Nabi SAW, dan para Khulafaurrasyidin, umat islam
bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau
mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada
perselisihan diantara mereka. Awal mula adanya perselisihan di picu oleh
Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan
dan berlanjut pada masa khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya
aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah
wafatnya Rasulullah). Padamasa itu di latar belakangi oleh kepentingan
kelompok, yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, padamasa itu
perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut.[7][7]
Umat
islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang
menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya
kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal
yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali
dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di
kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya
jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah,
khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Pada zaman pemerintahan Bani Umaiyah, hampir-hampir keseluruhan umat Islam di dalam keimanan yang bersih dari sebarang pertikaian dan perdebatan. Dan apabila kaum muslimin selesai melakukan pembukaan negeri dan kedudukannya telahpun mantap, mereka beralih tumpuan kepada pembahasan sehingga menyebabkan berlaku perselisihan pendapat di kalangan mereka.
Pada zaman Abbasiyah, telah banyak berlaku pembahasan di dalam perkara-perkara akidah termasuk perkara-perkara yang tidak wujud pada zaman Nabi s.a.w. atau zaman para sahabatnya. Berlaku pembahasan tersebut dengan memberi penumpuan agar ia menjadi satu ilmu baru yang diberi nama Ilmu Kalam.
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Pada zaman pemerintahan Bani Umaiyah, hampir-hampir keseluruhan umat Islam di dalam keimanan yang bersih dari sebarang pertikaian dan perdebatan. Dan apabila kaum muslimin selesai melakukan pembukaan negeri dan kedudukannya telahpun mantap, mereka beralih tumpuan kepada pembahasan sehingga menyebabkan berlaku perselisihan pendapat di kalangan mereka.
Pada zaman Abbasiyah, telah banyak berlaku pembahasan di dalam perkara-perkara akidah termasuk perkara-perkara yang tidak wujud pada zaman Nabi s.a.w. atau zaman para sahabatnya. Berlaku pembahasan tersebut dengan memberi penumpuan agar ia menjadi satu ilmu baru yang diberi nama Ilmu Kalam.
Setalah kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri, lalu
ramai dari kalangan penganut agama lain yang memeluk Islam. Mereka ini
menzahirkan pemikiran-pemikiran baru yang diambil dari agama lama mereka tetapi
diberi rupabentuk Islam. Iraq, khususnya di Basrah merupakan tempat segala
agama dan aliran. Maka terjadilah perselisihan apabila ada satu golongan yang
menafikan kemahuan (iradah) manusia. Kelompok ini diketuai oleh Jahm bin
Safwan.[8][8] Dan antara
pengikutnya ialah para pengikut aliran Jabbariyah yang diketuai oleh Ma'bad
al-Juhni. Aliran ini lahir ditengah-tengah kecelaruan pemikiran dan asas yang
dibentuk oleh setiap kelompok untuk diri mereka. Kemudian bangkitlah sekelompok
orang yang ikhlas memberi penjelasan mengenai akidah-akidah kaum muslimin
berdasarkan jalan yang ditempoh oleh al-Quran. Antara yang masyhur di kalangan
mereka ialah Hasan al-Basri. Dan sebahagian dari kesan perselisihan antara
Hasan al-Basri dengan muridnya Washil bin Atho' ialah lahirnya satu kelompok
baru yang dikenali dengan Muaktazilah.[9][9] Perselisihan
tersebut ialah mengenai hukum orang beriman yang mengerjakan dosa besar,
kemudian mati sebelum sempat bertaubat.
Pada
akhir kurun ketiga dan awal kurun keempat, lahirlah imam Abu Mansur al-Maturidi
yang berusaha menolak golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran
al-Maturidiah.[10][10] Kemudian muncul pula Abul Hasan al-Asy'ari
yang telah mengumumkan keluar dari kelompok Mu'tazilah dan menjelaskan
asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulamak dari kalangan
fuqahak dan ahli hadis. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah.
Dan dari dua kelompok ini, terbentuklah kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dan
kesimpulannya, kita dapat melihat bahawa kemunculan kelompok-kelompok di dalam
Islam adalah kembali kepada dua perkara:
1. Perselisihan mengenai pemerintahan
2. Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.
1. Perselisihan mengenai pemerintahan
2. Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.
C. Tujuan Objek Pembahasan Ilmu Kalam.
Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan Allah SWT. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang mengutamakan
atau yang menggunakan logika disamping argumentasi-argumentasi naqliah, juga
berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat nampak
nilai-nilai apologinya. Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan dengan argument-argumen
rasional. Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa ilmu kalam berisi
keyakinan-keyakinan, kebenaran,praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta
pendekatan agama yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.[11][11] Istilah Ilmu
Kalam mengacu pada ulama yang membahas masalah-masalah “kalam” Allah. “Kalam
Allah” memiliki tiga acuan. Pertama mengacu pada perkataan Allah yang
diucapkan-Nya. Disebut ilmu kalam karena ilmu ini membahas masalah kalam Allah.
Kedua, mengacu pada para Mutakallimin (ahli kalam) yang berdebat atau bertukar
pikiran (kalam) mengenai masalah-masalah ketuhanan.Tujuan utama dari ilmu kalam
adalah untuk menjelaskan landasan keimanan umat Islam dalam tatanan yang
filosofis dan logis. Bagi orang yang beriman, bukti mengenai eksistensi dan segala
hal yang menyangkut dengan Tuhan yang ada dalam al-Qur’an, Hadits, ucapan
sahabat yang mendengar langsung perkataan Nabi dan lain sebaganya, sudah cukup.
Namun tatkala masalah ini dihadapkan pada dunia yang lebih luas dan terbuka,
maka dalil-dalil naqli tersebut tidak begitu berperan. Di dalam pertumbuhannya,
ilmu kalam berkembang menjadi teologi rasional dan tradisional.[12][12]
Ilmu
kalam berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dengan menggunakan
dalil-dalil fikiran dari kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya. Ilmu ini
dinamakan ilmu kalam, karena :
1). Persoalan yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah “firman Tuhan” (kalam Allah) dan non azalinya Qur’an. Karena itu keseluruhan isi ilmu kalam dinamai dengan salah sau bagiannya yang terpenting.
2). Dasar-dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan para mutakalamin. Mereka jarang-jarang kembali kepada dalil-dalil naqli (qur’an dan hadits), keculai sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
3). Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.
1). Persoalan yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah “firman Tuhan” (kalam Allah) dan non azalinya Qur’an. Karena itu keseluruhan isi ilmu kalam dinamai dengan salah sau bagiannya yang terpenting.
2). Dasar-dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan para mutakalamin. Mereka jarang-jarang kembali kepada dalil-dalil naqli (qur’an dan hadits), keculai sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
3). Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi dalam Pertumbuhan dan
perkembangan Ilmu Kalam.
Faktor-Faktor
yang mempengaruhi dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam terbagi menjadi
2 bagian yaitu :
1. Faktor internal :[13][13]
a). Al-Quran di dalam seruannya kepada tauhid membentangkan
aliran-aliran penting dan agama-agama yang bertebaran pada zaman Nabi s.a.w.,
lalu al-Quran menolak perkataan-perkataan mereka. Secara tabi'I, para ulamak
telah mengikut cara al-Quran di dalam menolak mereka yang bertentangan, di mana
apabila penentang memperbaharui cara, maka kaum muslimin juga memperbaharui
cara menolaknya.
.b). Perselisihan di dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan mereka mengenai soal-soal keagamaan. Jadilah parti-parti politik tersebut sebagai satu aliran keagamaan yang mempunyai pandangannya sendiri. Parti (kelompok) Imam Ali r.a. membentuk golongan Syiah, dan manakala mereka yang tidak bersetuju dengan Tahkim dari kalangan Syiah telam membentuk kelompok Khawarij. Dan mereka yang membenci perselisihan yang berlaku di kalangan umat Islam telah membentuk golongan Murji'ah.:
c). Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.
d). Adanya pemahaman ayat Al-Qur’an yang berbeda Para pemimpin aliran pada waktu itu dalam mengambil dalil Al-Qur’an beristinbat menurut pemahaman masing-masing
e). Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda
Penyerapan hadist berbeda, ketika para sahabat menerima berita dari para perawinya dari aspek “matan” ada yang disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya disusun oleh para sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist (isra’iliyah), yaitu: hadist yang disusun oleh orang-orang yahudi dalam rangka mengacaukan islam.
f). Adanya kepentingan kelompok atau golongan Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana syiah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.
g). Mengedepankan akal
Dalam hal ini, akal di gunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
h).Adanya kepentingan politik
Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman Ustman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan.
.b). Perselisihan di dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan mereka mengenai soal-soal keagamaan. Jadilah parti-parti politik tersebut sebagai satu aliran keagamaan yang mempunyai pandangannya sendiri. Parti (kelompok) Imam Ali r.a. membentuk golongan Syiah, dan manakala mereka yang tidak bersetuju dengan Tahkim dari kalangan Syiah telam membentuk kelompok Khawarij. Dan mereka yang membenci perselisihan yang berlaku di kalangan umat Islam telah membentuk golongan Murji'ah.:
c). Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.
d). Adanya pemahaman ayat Al-Qur’an yang berbeda Para pemimpin aliran pada waktu itu dalam mengambil dalil Al-Qur’an beristinbat menurut pemahaman masing-masing
e). Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda
Penyerapan hadist berbeda, ketika para sahabat menerima berita dari para perawinya dari aspek “matan” ada yang disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya disusun oleh para sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist (isra’iliyah), yaitu: hadist yang disusun oleh orang-orang yahudi dalam rangka mengacaukan islam.
f). Adanya kepentingan kelompok atau golongan Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana syiah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.
g). Mengedepankan akal
Dalam hal ini, akal di gunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
h).Adanya kepentingan politik
Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman Ustman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan.
i). Adanya beda dalam kebudayaan
Orang islam masih mewarisi yang di lakukan oleh bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti menghalalkan kawin kontrak yang hal itu sebenarnya sudah di larang sejak zaman Rasulullah. Kemudian muncul lagi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran Syi’ah.
Orang islam masih mewarisi yang di lakukan oleh bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti menghalalkan kawin kontrak yang hal itu sebenarnya sudah di larang sejak zaman Rasulullah. Kemudian muncul lagi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran Syi’ah.
2. Faktor eksternal
a). Ramai orang yang memeluk agama Islam selepas pembukaan beberapa negeri adalah terdiri dari penganut agama lain seperti yahudi, Nasrani, Ateis dan lain-lain. Kadangkala mereka menzahirkan pemikiran-pemikiran agama lama mereka bersalutkan pakaian agama mereka yang baru (Islam).
b). Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam terdedah dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Falsafah, lalu Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang.
c). Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang ada di dalam ilmu berkenaan.
d). Akibat adanya pengaruh dari luar islam.
Pengaruh ini terjadi ketika munculnya aliran syi’ah yang muncul karena propaganda seseorang yahudi yang mengaku islam, yaitu Abdullah bin Saba.
e). Akibat terjemahan filsafat yunani
Buku-buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi islam.[14][14]
a). Ramai orang yang memeluk agama Islam selepas pembukaan beberapa negeri adalah terdiri dari penganut agama lain seperti yahudi, Nasrani, Ateis dan lain-lain. Kadangkala mereka menzahirkan pemikiran-pemikiran agama lama mereka bersalutkan pakaian agama mereka yang baru (Islam).
b). Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam terdedah dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Falsafah, lalu Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang.
c). Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang ada di dalam ilmu berkenaan.
d). Akibat adanya pengaruh dari luar islam.
Pengaruh ini terjadi ketika munculnya aliran syi’ah yang muncul karena propaganda seseorang yahudi yang mengaku islam, yaitu Abdullah bin Saba.
e). Akibat terjemahan filsafat yunani
Buku-buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi islam.[14][14]
http://helmisuardi91.blogspot.com/2011/04/sejarah-dan-perkembangan-ilmu-kalam.html
[1][1] Lihat waliyullah Ad-dahlawi, Al-Insaf fi bayyan asbab al-ikhtilaf, Dar
An-Nafais, Beirut, 1978, hlm:15-30
[2][2] Umar Sulaiman Al-Asyaqar, Mengembalikan citra dan wibawa umat :
perpecahan, akar masalah dan solusinya, wacana Lazuardi Amanah, Jakarta,
hlm : 39-55
[4][4] Lihat Mustafa Abd Ar-raziq, Tamhid Al-falsafah Al-islamiyah, Lajnah
wa At-tha’lif wa At-tarjamah wa An-nasyr, 1959, hlm : 265
[7][7] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran sejarah
analisa perbandingan, UI- Press, Jakarta, hlm : 6
[8][8] W. Montgomery watt, Pemikiran teologi dan filsafati islam.
Terj. Umar Basalim, penerbit P3M, Jakarta, 1987, hlm : 10
[11][11] Lihat Philip bob Cock Gove
(ed), webster’s third new internasional
dictionary of the English language uni bridged, G&C Mervian company
publishers, USA, 1966, hlm : 2371
[13][13] Lihat di situs internet,
www.google.com : kaijian ilmu kalam dan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam.
[14][14] Lihat di situs internet,
www.google.com : kajian ilmu kalam dan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan ilmu kalam.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan bijak. Gunakan bahasa yang baik.