Kisah-kisah menarik dan Biografi Singkat Imam Muhammad bin Idris Al-Shafi'i
Imam Muhammad bin Idris al-Shafi'i adalah seorang ulama besar dalam sejarah Islam. Lahir pada tahun 767 M di kota Gaza, Palestina, al-Shafi'i tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat dan berilmu. Ayahnya adalah seorang imam dan guru, sedangkan kakeknya adalah seorang qadi atau hakim. Al-Shafi'i mendapat pendidikan awal di Gaza sebelum kemudian pindah ke Madinah untuk belajar Islam.Di Madinah, al-Shafi'i
belajar di bawah bimbingan Imam Malik, salah satu tokoh penting dalam ilmu
hadits. Al-Shafi'i sangat terkesan dengan metode pengajaran Imam Malik, yang
menekankan pada pemahaman hadits secara komprehensif dan konteks sejarahnya.
Setelah menimba ilmu selama beberapa tahun di Madinah, al-Shafi'i kembali ke
kota asalnya dan memulai karir sebagai ulama.
Pada usia 30-an, al-Shafi'i
sudah menjadi seorang guru besar yang dihormati di Baghdad. Ia juga menulis
buku-buku penting dalam ilmu fiqh, seperti Al-Umm dan Al-Risalah, yang menjadi
referensi penting bagi para ulama dan mahasiswa Islam hingga saat ini. Ia mengembangkan
metode ijtihad atau penafsiran hukum Islam dengan lebih sistematis dan
memperkenalkan konsep usul fiqh atau prinsip-prinsip dasar fiqh.
Di antara kisah menarik
tentang al-Shafi'i adalah ketika ia berada di Mesir dan dihadapkan pada sebuah
perdebatan hukum dengan seorang ulama terkenal, Imam Laith bin Saad. Dalam
perdebatan itu, al-Shafi'i melempar sebuah apel dan meminta Imam Laith untuk
menjawabnya. Imam Laith mengatakan bahwa apel itu haram karena sudah terlempar,
sedangkan al-Shafi'i mengatakan bahwa apel itu halal karena masih bisa dimakan.
Al-Shafi'i kemudian mengambil apel tersebut dan memakannya, sementara Imam
Laith tidak mau memakannya karena telah dianggap haram.
Kisah lain yang terkenal
tentang al-Shafi'i adalah ketika ia mengunjungi Imam Ahmad bin Hanbal, seorang
ulama besar di Baghdad. Saat itu, al-Shafi'i masih muda dan belum terkenal.
Namun, Imam Ahmad bin Hanbal langsung menghormati dan memperlakukan al-Shafi'i
dengan sangat baik. Ketika ditanya oleh murid-muridnya mengapa ia berbuat demikian,
Imam Ahmad bin Hanbal menjawab, "Aku melihat di matanya cahaya yang tidak
aku lihat di mata orang lain."
Al-Shafi'i meninggal dunia
pada tahun 820 M di Mesir, dalam usia yang relatif muda. Namun, warisan
intelektualnya tetap menjadi inspirasi bagi para ulama dan mahasiswa Islam
hingga saat ini. Ia menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah perkembangan
ilmu fiqh dan usul fiqh, serta memberikan kontribusi besar bagi pengembangan
metodologi ijtihad dan penafsiran hukum Islam secara sistematis.
Selain itu, al-Shafi'i juga
dikenal sebagai seorang yang sangat menghormati ilmu dan para ulama. Ia selalu
menekankan pentingnya belajar dan merujuk pada sumber-sumber yang sahih dalam
memahami hukum Islam. Ia juga menekankan pentingnya menghormati perbedaan
pendapat di antara ulama, asalkan perbedaan tersebut didasarkan pada
argumentasi yang kuat dan sahih.
Salah satu prinsip dasar
dalam metodologi ijtihad al-Shafi'i adalah al-istishab, yaitu keberlanjutan
keadaan atau situasi hukum yang sudah ada. Artinya, jika tidak ada bukti atau
dalil yang mengubah keadaan hukum yang sudah ada, maka keadaan tersebut
dianggap tetap berlaku.
Selain itu, al-Shafi'i juga
memiliki sikap yang sangat menghargai keadilan dan kebenaran. Ia pernah menolak
tawaran untuk menjadi hakim di bawah penguasa yang korup, karena ia tidak mau
menjadi bagian dari sistem yang tidak adil. Ia juga menolak untuk memberikan
fatwa yang tidak didasarkan pada dalil yang kuat, karena ia tidak ingin
menyesatkan umat Islam dengan pendapat yang salah.
Warisan intelektual
al-Shafi'i masih sangat relevan hingga saat ini, terutama dalam bidang ilmu
fiqh dan usul fiqh. Para ulama dan mahasiswa Islam masih mempelajari
karya-karyanya, seperti Al-Umm dan Al-Risalah, untuk memahami prinsip-prinsip
dasar dalam memahami hukum Islam. Selain itu, metodologi ijtihad al-Shafi'i
juga masih dijadikan acuan dalam pengembangan ilmu fiqh dan usul fiqh.
Dalam sejarah perkembangan
Islam, al-Shafi'i dikenal sebagai salah satu tokoh penting yang memberikan
kontribusi besar bagi pengembangan ilmu fiqh dan usul fiqh. Ia juga menjadi
contoh teladan dalam sikap menghargai ilmu, para ulama, keadilan, dan kebenaran.
Karya dan pemikiran al-Shafi'i tidak hanya relevan dalam konteks sejarah,
tetapi juga relevan dalam konteks kekinian dalam rangka memahami hukum Islam
secara komprehensif dan kontekstual.
Imam Muhammad bin Idris
Al-Shafi'i memiliki beberapa kitab karangan yang menjadi karya monumental dalam
bidang ilmu fiqh dan usul fiqh.
Beberapa kitab karangannya yang terkenal adalah:
- Al-Risalah: Kitab ini merupakan salah
satu karya monumental al-Shafi'i yang membahas tentang prinsip-prinsip
dasar dalam memahami hukum Islam. Al-Risalah terdiri dari 54 bab yang
membahas berbagai masalah dalam fiqh, mulai dari masalah ritual hingga
masalah muamalah.
- Al-Umm: Kitab ini merupakan karya besar
al-Shafi'i yang terdiri dari delapan jilid dan membahas tentang berbagai
masalah fiqh. Al-Umm juga membahas tentang usul fiqh, termasuk
prinsip-prinsip ijtihad dan qiyas.
- Kitab al-Jami: Kitab ini merupakan
kumpulan risalah-risalah yang ditulis oleh al-Shafi'i. Kitab ini berisi
berbagai masalah fiqh dan usul fiqh, serta memberikan panduan praktis
dalam menjalankan ibadah sehari-hari.
- Musnad al-Shafi'i: Kitab ini berisi
kumpulan hadis yang disusun berdasarkan urutan mufassirin dan faqih-faqih
terkemuka. Musnad al-Shafi'i menjadi referensi penting dalam memahami
hadis-hadis yang shahih.
Kitab-kitab karangan
al-Shafi'i menjadi sumber penting dalam memahami hukum Islam. Karya-karya
monumentalnya dalam bidang fiqh dan usul fiqh masih dipelajari dan dikaji
hingga saat ini, dan menjadi acuan bagi para ulama dan mahasiswa Islam dalam
memahami prinsip-prinsip dasar dalam memahami hukum Islam secara komprehensif
dan kontekstual.
Discleamer:
Artikel ini tidak bisa
dijadikan rujukan paten kerena dibuat berdasarkan suber-sumber yang belum
peneliti lakukan penelitian secara ilmiah dan mendalam.
0 Komentar
Berkomentarlah dengan bijak. Gunakan bahasa yang baik.